Sejarah panjang negeri ini, dari jejak kejayaan Majapahit hingga masa revolusi kemerdekaan, satu benang merah yang tak bisa diputus: para pemimpin besar selalu menulis. Mereka bukan sekadar penguasa. Mereka adalah pendidik. Guru bangsa. Pemahat arah lewat kata.
Kita mengenal Empu Prapanca yang mencipta Negarakertagama, bukan hanya sebagai syair pujaan, melainkan peta kebangsaan, filosofi kekuasaan yang berakar pada nilai. Kita membaca Empu Tantular, sang penggubah kalimat yang kelak menjadi nafas Pancasila: Bhinneka Tunggal Ika, tan hana dharma mangrwa—sebuah pesan abadi tentang persatuan dalam keberagaman.
Lompati waktu beberapa abad, kita berjumpa dengan H.O.S. Tjokroaminoto, guru para pemuda yang kelak jadi tokoh bangsa. Ia menulis di surat kabar Oetoesan Hindia, menyampaikan api perlawanan lewat logika. Ada Agus Salim yang tajam menyentil kolonialisme dengan satire cerdas. Mohammad Hatta, yang menulis dengan kedalaman ilmu dan moralitas. Soekarno, yang pidatonya adalah puisi, tulisannya adalah api. Sjahrir, yang menulis di pengasingan dan menjadikan kesepian sebagai ruang berpikir tentang republik masa depan.
Mereka tak hanya berjuang di medan diplomasi dan organisasi, tapi juga di medan gagasan. Mereka menulis untuk membangkitkan martabat, mendidik bangsa, membentuk jalan pikiran.
Di era digital, ketika informasi berseliweran, hoaks menjalar, algoritma membentuk persepsi, dan konten-konten kosong jadi konsumsi harian rakyat, siapakah pemimpin yang masih menyempatkan diri menulis untuk mendidik?
Pemimpin yang menulis bukan sekadar ingin didengar, tapi ingin mengajak berpikir. Ia tidak hadir hanya di layar televisi atau baliho kampanye, tapi hadir di ruang kesadaran publik menyampaikan gagasan, merawat ingatan, dan membentuk nilai.
Menulis bukan tugas tambahan. Ia adalah bentuk tertinggi dari pengabdian. Karena yang ditinggalkan bukan hanya program, tetapi warisan pemikiran.
Mari kita dorong lahirnya kembali pemimpin-penulis, pemimpin-pendidik, dari Sabang sampai Merauke. Karena hanya bangsa yang sadar dan tercerahkan yang akan mampu berdiri tegak menghadapi masa depan.(STW)