Tanggal 17 Mei setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Buku Nasional. Peringatan ini bukan sekadar rutinitas tahunan, tetapi momen penting untuk menegaskan kembali peran sentral buku dalam membangun karakter bangsa serta memajukan kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Tahun 2025 ini, Hari Buku Nasional kembali menjadi titik refleksi nasional, terutama dalam konteks perkembangan dunia literasi yang menghadapi tantangan besar di era digital.
Buku sejak lama dikenal sebagai jendela dunia. Dalam lembar-lembar kertas atau halaman digitalnya, tertuang pemikiran manusia dari masa ke masa, ilmu pengetahuan, pengalaman, hingga nilai-nilai kebijaksanaan. Buku menjadi cermin peradaban, alat pembebas manusia dari keterbelakangan, serta sarana utama dalam proses belajar sepanjang hayat. Maka tidak mengherankan jika negara-negara maju selalu ditopang oleh budaya baca yang kuat dan sistem literasi yang kokoh.
Di era teknologi informasi saat ini, tantangan terhadap budaya literasi semakin kompleks. Informasi bertebaran secara bebas, namun tidak seluruhnya mendidik atau membangun cara berpikir kritis. Masyarakat lebih sering disuguhkan konten visual singkat yang cepat dikonsumsi, tetapi minim kedalaman. Akibatnya, kemampuan membaca secara kritis, memahami konteks, serta memilah informasi kian tergerus.
Hari Buku Nasional 2025 menjadi momentum untuk mengingatkan kembali pentingnya literasi yang bermakna. Literasi bukan hanya soal bisa membaca dan menulis, tetapi juga mencakup kemampuan memahami, menganalisis, mengevaluasi, serta memanfaatkan informasi secara bertanggung jawab. Dengan literasi yang kuat, masyarakat dapat menjadi lebih mandiri, kreatif, dan tidak mudah terpengaruh oleh informasi menyesatkan.
Dalam ekosistem literasi nasional, perpustakaan memiliki posisi strategis sebagai pusat sumber belajar dan tempat tumbuhnya budaya baca. Di dalamnya, pustakawan memainkan peran kunci sebagai fasilitator, pendidik, dan inovator literasi. Tidak lagi hanya bertugas mengelola koleksi, pustakawan masa kini dituntut untuk proaktif dalam mendesain layanan, menyelenggarakan kegiatan literasi, serta menjangkau komunitas secara lebih luas.
Hari Buku Nasional menjadi saat yang tepat untuk mengapresiasi kontribusi pustakawan di seluruh penjuru negeri. Melalui berbagai inisiatif, seperti program perpustakaan keliling, klub baca, pelatihan literasi digital, hingga layanan inklusif bagi penyandang disabilitas, pustakawan telah menjadi motor penggerak perubahan sosial berbasis literasi.
Banyak perpustakaan daerah kini telah bertransformasi menjadi ruang belajar publik yang ramah, interaktif, dan berbasis teknologi. Integrasi antara buku fisik dan digital, penggunaan katalog daring, serta hadirnya aplikasi perpustakaan menjadi bukti bahwa perpustakaan tidak tertinggal oleh zaman. Namun, semua inovasi ini tidak akan berarti tanpa dukungan sumber daya manusia yang kompeten dan berdedikasi.
Penguatan budaya baca harus menjadi gerakan nasional yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat, dari keluarga, sekolah, komunitas, hingga pemerintah. Keluarga sebagai lingkungan pertama dan utama bagi anak memiliki tanggung jawab besar dalam menumbuhkan minat baca sejak dini. Sementara itu, sekolah dan lembaga pendidikan harus menjadikan buku sebagai bagian dari proses pembelajaran yang menyenangkan, bukan sekadar kewajiban.
Perpustakaan hadir sebagai ruang publik yang netral, terbuka, dan inklusif, tempat masyarakat dapat mengakses informasi, memperluas wawasan, dan membangun kesadaran kolektif. Literasi bukan hanya hak individu, tetapi juga instrumen untuk menciptakan masyarakat yang adil, demokratis, dan berdaya saing.
Hari Buku Nasional 2025 membawa pesan bahwa membaca adalah tindakan membebaskan. Seseorang yang gemar membaca akan tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dalam berpikir, tidak mudah terpengaruh oleh informasi keliru, dan mampu berkontribusi lebih luas dalam masyarakat. Dengan membaca, setiap individu memiliki kesempatan untuk membangun dirinya dan lingkungannya secara lebih baik.
Untuk mewujudkan masyarakat yang literat, diperlukan kebijakan yang berpihak pada penguatan ekosistem literasi secara menyeluruh. Pemerintah daerah dan pusat memiliki peran strategis dalam menyediakan akses terhadap buku yang merata, mendukung pengembangan perpustakaan, serta meningkatkan kompetensi pustakawan. Investasi pada literasi adalah investasi jangka panjang yang akan menentukan kualitas generasi mendatang.
Selain itu, kolaborasi lintas sektor sangat penting. Dunia pendidikan, penerbit, media, komunitas literasi, hingga dunia usaha dapat bersinergi menciptakan gerakan literasi yang berkelanjutan. Kegiatan seperti festival literasi, diskusi buku, penulisan kreatif, dan pelibatan generasi muda dalam program literasi digital menjadi cara efektif untuk menarik minat dan keterlibatan masyarakat.
Di masa depan, perpustakaan tidak hanya akan menjadi tempat menyimpan buku, tetapi akan menjadi pusat inovasi dan produksi pengetahuan. Di dalamnya, generasi muda dapat menemukan inspirasi, menggali potensi, dan membangun masa depan berbasis literasi dan kreativitas.
Hari Buku Nasional 2025 adalah pengingat sekaligus panggilan. Pengingat bahwa buku adalah warisan intelektual yang tak tergantikan, dan panggilan untuk terus memperjuangkan budaya membaca sebagai fondasi peradaban. Di tengah era yang serba cepat dan digital, justru diperlukan ketekunan membaca untuk memahami dunia secara utuh.
Peringatan ini juga menegaskan kembali pentingnya peran perpustakaan dan pustakawan sebagai agen transformasi sosial. Dengan dukungan kebijakan yang tepat, sinergi antarpihak, dan kesadaran masyarakat, Indonesia dapat membangun masa depan yang lebih cerah melalui buku dan literasi.
Mari jadikan Hari Buku Nasional sebagai momentum untuk memulai kembali, memperkuat tekad, dan membangun bangsa yang berpikir kritis, kreatif, dan berpengetahuan. Karena dari membaca, bangsa ini merdeka.