Aruna & Lidahnya merupakan sebuah novel karya Laksmi Pamuntjak yang diterbitkan di tahun 2014 oleh Gramedia Pustaka Utama. Novel ini telah diangkat menjadi film dengan judul yang sama pada tahun 2018 oleh Palari Films dan memenangkan dua Piala Citra pada Festival Film Indonesia (FFI). Selain tayang di Indonesia, film ini juga ditayangkan di Festival dan Penghargaan Film Internasional.
Novel 434 halaman ini seperti surat cinta dari Laksmi Pamuntjak kepada dunia kuliner Indonesia sebab novel ini menceritakan tentang orang-orang yang terobsesi dengan makanan. Beragam kuliner Indonesia dihadirkan melalui novel ini dan kamu akan tergoda setiap membacanya. Tidak hanya itu, banyak isu-isu yang juga coba disampaikan oleh Laksmi melalui novel ini.
Lalu, isu-isu apa saja yang ada di dalam novel ini? Dan bagaimana penggambaran setiap tokohnya? Nah, biar #SobatLiterasi semakin yakin lagi untuk membeli dan membaca novel ini, maka simak review ini sampai selesai, ya.
Jika kamu pernah membaca novel best-seller berjudul Amba, maka mungkin kamu sudah tahu siapa Laksmi Pamuntjak. Ya, ia adalah penulis di balik novel yang sudah diterjemahkan dalam berbagai bahasa dan memenangkan banyak penghargaan itu.
Laksmi Pamuntjak adalah seorang penulis yang karya-karyanya telah diakui oleh mancanegara. Saat ini ia membagi waktunya antara Berlin dan Jakarta, bekerja sebagai konsultan seni dan makanan serta menulis untuk berbagai publikasi lokal dan internasional termasuk artikel opini. Dengan tangannya, ia berhasil mengeluarkan karya-karya hebat yang menjadi sorotan dunia sastra internasional.
Aruna & Lidahnya memberikan napas baru dalam dunia kepenulisan dengan sajian karya bertema kuliner. Dengan tema yang cukup nyentrik dan kemampuan dalam menulis kuliner yang memang sudah tak diragukan lagi, Laksmi telah berhasil mengemas ceritanya dengan apik.
Dalam novelnya kali ini, Laksmi menghadirkan tokoh utama bernama Aruna yang sedang melakukan perjalanan penelitian mengenai wabah flu burung yang terjadi serentak di delapan kota di penjuru nusantara. Kenyataannya, kisah ini merupakan sebuah perjalanan yang bermotif utama wisata kuliner namun disambi dengan bekerja, bukan sebaliknya.
Untuk menulis novel ini, Laksmi ternyata melakoni berbagai riset mendalam dengan para pakar kuliner, ini terlihat dari referensi yang ia susun dalam daftar pustaka. Masukan-masukan itu pun diceritakan melalui pengalaman yang tokoh rasakan saat mengunjungi setiap tempat, disertai dengan deskripsi mendalam tentang rasa.
Membaca Aruna & Lidahnya seperti merasakan kuliner Nusantara dalam satu kali suap, kamu akan merasa ingin mencicipi dan ikut melihat detail-detail dari setiap makanan. Laksmi berhasil mengangkat novel bertema kuliner yang masih sangat jarang di Indonesia. Profesi yang disajikan Laksmi dalam novel, seperti Ahli Wabah dan Flu Unggas juga tampak fresh dan menarik. Dalam novel ini, makanan digambarkan seperti seni yang dapat diinterpretasikan sedemikian rupa. Makanan tidak sekadar kebutuhan yang hanya “numpang lewat” belaka tetapi memiliki filosofi yang mendalam. Selain bisa menikmati ceritanya, kamu akan dibuat kenyang dengan berbagai deskripsi kuliner dalam novel ini.
Keindahan cerita yang ada di setiap daerah yang Aruna kunjungi bersama Beno dan Nadezhda, seperti tentang makanan atau sejarah lokalnya, akan membuat kamu ikut masuk dalam cerita dan berjalan bersama mereka dari satu kota ke kota lainnya. Laksmi sangat piawai menyusun kata-kata dan menghadirkan dialog-dialog yang cerdas serta bermakna.
Pemilihan judul bab yang ada pada novel juga sangat menarik dan membuat penasaran, seperti Sate Lalat dan Bebek Sayang Anak dan Krim, Tiram, dan Bau Ikanku, Botok Pakis dan Rujak Soto, Rujak Pisang Batu dan Sate Matang, dan lainnya. Beberapa judul bab itu memang mewakili nama makanan yang dicicipi. Sangat detail dan akan membuatmu bisa membayangkan bentuk makanan serta rasa makanan yang dihadirkan.
Cerita semakin menarik ketika Laksmi menghadirkan kisah percintaan antara Aruna dengan Farish, rekan sekantornya yang ditugaskan bersama. Tidak terjadi konflik yang berarti dalam Aruna & Lidahnya. Hanya seputar kejanggalan kasus flu unggas dan birokrasi yang korup serta keresahan hati Aruna dengan Farish, sisanya hanya perjalanan wisata kuliner.
Novel ini mungkin bukan cup of tea bagi orang-orang yang menyukai konflik yang kuat, di awal cerita sepertinya Laksmi ingin menulis tentang dunia politik dan korupsi, tentang isu virus flu burung yang merebak di Indonesia diiringi dengan pengadaan alat-alat kesehatan, namun porsi terkait isu-isu tersebut berakhir hanya sebagai bumbu dari wisata kuliner yang dihadirkan.
Karena banyaknya bumbu yang digunakan dalam cerita, seperti tentang isu kesehatan, politik, agama, sosial, pemerintahan, bahkan percintaan antara Aruna dan Farish, membuat konflik yang diangkat dalam novel ini menjadi nanggung dan kurang kuat. Premis yang ditawarkan sudah menarik, namun eksekusinya terkesan membingungkan.
Namun bagi yang sudah bekerja, kamu pasti akan merasa relate dengan apa yang dialami Aruna di sepanjang cerita. Entah itu tentang menjalani hobi sambil bekerja atau tentang perlakuan tidak adil dalam pekerjaan, seperti dimanfaatkan atau diremehkan oleh orang yang memiliki kekuasaan. Banyak kritik-kritik yang juga Laksmi selipkan melalui novel ini.
Satu lagi, penggambaran tiap adegan yang ada dalam novel ini sungguh sangat elegan. Laksmi menuturkannya dengan cara yang berkelas. Pembaca mungkin akan beralih fokus karena keindahan kata-kata yang ia gunakan. Secara keseluruhan, Aruna & Lidahnya tak hanya menyajikan kekayaan kuliner Indonesia, tapi juga pandangan penulis akan agama, politik, dan birokrasi pemerintah di tanah air yang masih belum dapat dikatakan baik.