Judul: Na Willa: Serial Catatan Kemarin
Penulis: Reda Gaudiamo
Ilustrator: Cecillia Hidayat
Editor: Thomas Subagyo
Penerbit: Aikon
Terbit: September 2012
ISBN: 9786029792218
Na Willa adalah seorang gadis kecil yang tinggal di sebuah gang di Surabaya, di sebuah rumah sederhana yang dinaungi pohon cemara. Hari-harinya dipenuhi oleh hal-hal kecil yang tampak biasa saja, tetapi menjadi luar biasa ketika dilihat dari sudut pandangnya. Ia berlari mengejar kereta bersama temannya, Dul — meskipun selalu tertinggal. Ia pergi ke pasar bersama Mak, menyapa penjual anak ayam kuning, dan bertanya-tanya bagaimana caranya orang bisa menyanyi di dalam radio.
Buku ini menyajikan kumpulan catatan-catatan dari sudut pandang Na Willa, seorang anak dengan rasa ingin tahu tinggi, kejujuran khas usia dini, dan sudut pandang yang lugu sekaligus menggugah. Reda Gaudiamo berhasil membingkai masa lalu dengan begitu hangat, diiringi latar era ketika radio memutar lagu-lagu Lilis Suryani dan kasur kapuk dijemur serta dipukul dengan rotan. Semua dituturkan dengan lembut dan mengalir, seperti mendengar kisah dari seorang anak yang sedang bercerita sambil duduk di pangkuan ibunya.
Pertemuan dengan Na Willa bisa dibilang sebagai pertemuan yang manis dan penuh kejutan. Ia adalah sosok anak kecil yang bukan hanya menggemaskan, tetapi juga menghadirkan refleksi yang dalam bagi pembacanya. Justru orang dewasa lah yang tampaknya paling butuh membaca kisah ini. Dengan menyelami pikiran dan perasaan Na Willa, banyak pembaca dewasa seperti diingatkan kembali akan masa kecil mereka sendiri. Masa ketika pertanyaan sederhana menyimpan keingintahuan yang besar, dan kejadian sehari-hari mampu menyentuh hati.
Ada momen-momen yang terasa sangat menyentuh, seperti ketika ayah Na Willa — seorang pelaut — pergi lama sekali. Saat sang ayah akhirnya pulang dan berdiri di depan pintu, Na Willa bertanya polos, “Om cari siapa?” Seketika, sang ayah menangis. Sejak itu, diceritakan bahwa ia tak pernah pergi melaut terlalu lama lagi. Kejadian kecil seperti ini, dituturkan dengan sangat sederhana, namun efek emosionalnya begitu kuat.
Lalu ada juga kisah ketika Na Willa ingin menikah. Bukan karena ia paham konsep pernikahan, tetapi karena melihat Mbak Tin — kakak temannya — menjadi pengantin. Dengan logika anak-anak yang khas, ia berdoa agar bisa cepat besar dan lebih tinggi dari Mak agar bisa segera menjadi pengantin. Keluguannya bukan hanya lucu, tetapi juga menyentuh dan mengajak pembaca untuk melihat dunia dari cara pikir anak-anak yang unik.
Yang membuat pengalaman membaca semakin hidup adalah ilustrasi dari Cecillia Hidayat. Ilustrasi-ilustrasi ini memberi bentuk visual yang memperkaya narasi. Pembaca bisa membayangkan seperti apa wajah dan ekspresi Na Willa, yang bandel, nyebelin, tapi juga gemesin. Meski ilustrasinya belum berwarna, kehadirannya tetap memberi nuansa yang tepat. Jika ilustrasi tersebut diberi warna, mungkin akan menambah daya tarik visual dan menghidupkan cerita lebih jauh lagi.
Meski demikian, dari segi teknis, ada satu hal yang sedikit mengganggu. Terkadang, satu halaman hanya diisi oleh satu paragraf yang panjang. Hal ini membuat mata cepat lelah dan pembacaan menjadi kurang nyaman. Akan lebih baik jika paragraf-paragraf panjang tersebut dibagi menjadi beberapa bagian agar lebih ringan dibaca.
Buku Na Willa: Serial Catatan Kemarin ini pantas mendapatkan apresiasi yang tinggi. Reda Gaudiamo telah menciptakan sebuah karya yang tidak hanya menyenangkan, tetapi juga reflektif. Buku ini menjadi pengingat bahwa masa kecil bukan hanya tentang bermain dan bersenang-senang, melainkan juga penuh dengan tantangan, rasa ingin tahu, dan emosi yang sering kali tak tertangkap oleh orang dewasa.
Bagi pembaca yang jatuh cinta pada kisah Na Willa, ada kabar baik: kisahnya berlanjut dalam buku kedua berjudul Na Willa dan Rumah dalam Gang. Penerbit POST Press pun mencetak ulang buku pertama dengan sampul baru. Bagi yang menginginkan versi sampul asli, mungkin harus berusaha ekstra karena kini sudah cukup langka.
Secara keseluruhan, Na Willa: Serial Catatan Kemarin adalah buku yang sederhana namun dalam. Ia menyajikan nostalgia, tawa, dan haru secara bersamaan. Gadis kecil ini bukan hanya tokoh dalam buku — ia adalah teman kecil yang membawa pembacanya kembali ke masa lalu, menyentuh memori yang mungkin telah lama tertidur.