REVIEW NOVEL NEGERI DI UJUNG TANDUK KARYA TERE LIYE

"Negeri di Ujung Tanduk" bukan sekadar sebuah karya fiksi—ia adalah cermin tajam yang merefleksikan kondisi sosial-politik negeri ini, dibalut dengan narasi penuh ketegangan dan filosofi yang dalam. Melanjutkan cerita dari novel sebelumnya, Negeri Para Bedebah, Tere Liye membawa pembaca masuk ke dalam dunia Thomas, seorang konsultan keuangan cerdas yang kembali dihadapkan pada konspirasi tingkat tinggi yang mengancam stabilitas negara.

Dengan gaya penceritaan khas Tere Liye yang lugas namun sarat makna, novel ini menyuguhkan cerita penuh intrik yang tidak hanya mendebarkan, tetapi juga menggugah kesadaran moral. Pembaca diajak menyusuri lorong-lorong kekuasaan, di mana keadilan kerap dikalahkan oleh kepentingan, dan idealisme diuji oleh kenyataan. Namun di tengah segala kekacauan, harapan tetap menjadi cahaya yang menyala. Thomas, meski dikepung pengkhianatan dan bahaya, tetap berdiri sebagai simbol bahwa negeri ini belum sepenuhnya gelap.

Kekuatan utama buku ini terletak pada kedalaman pesan yang dibawanya. Tere Liye dengan cerdas mengajak pembaca berpikir kritis tentang kondisi bangsa, tanpa terkesan menggurui. Tokoh-tokohnya hidup dan realistis, konflik-konfliknya dekat dengan realitas yang bisa ditemui di kehidupan sehari-hari. Lebih dari sekadar hiburan, novel ini menjadi semacam “peringatan dini” bahwa menjaga negeri dari kehancuran bukan hanya tugas para pemimpin, tapi seluruh elemen masyarakat.

Secara keseluruhan, Negeri di Ujung Tanduk adalah bacaan yang menggugah dan relevan, sangat layak untuk dijadikan bahan diskusi literasi maupun refleksi sosial. Buku ini bukan hanya memperkaya wawasan pembaca tentang dunia fiksi, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kejujuran, keberanian, dan integritas yang sangat penting dalam membangun masa depan bangsa.